MENEMUKAN KESADARAN DAN TANGGUNG JAWAB KEMANUSIAAN DI PANTI ASUHAN CACAT GANDA YAYASAN SAYAP IBU (YSI) KALASAN YOGAKARTA (PENERAPAN PENDIDIKAN INTERRELIGIUS DALAM PEMBELAJARAN AGAMA DI SMA PIRI I YOGYAKARTA)
DOI:
https://doi.org/10.55606/semnaspa.v3i1.94Keywords:
Pendidikan Interreligius, Panti Asuhan Yayasan Sayap Ibu Kalasan, Nilai tanggung jawab, Martabat Kemanusiaan.Abstract
Penelitian ini didasarkan pada realitas pembelajaran agama di SMA PIRI 1 yang lebih menonjolkan pada kesalehan pribadi, kurang peka terhadap persoalan sosial kemanusian dan lingkungan. Selain itu model pembelajaran yang dikembangkan cenderung berorientasi pada aspek kognitif teoritis dan memberi porsi lebih terhadap formalitas agama (fiqih). Akibatnya pembelajaran agama terasa kering dan kurang mampu menyentuh perasaan beragama (religious mind) peserta didik. Nilai nilai agama belum mampu menjadi landasan yang kokoh bagi peserta didik dalam mengarungi dinamika hidup bersama di tengah arus perubahan yang begitu cepat dan penuh tantangan.
Proses penelitian tindakan ini mengikuti alur: penentuan masalah, perencanaan, tindakan dan refleksi dalam tiga siklus. Data penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data adalah pengajar sekaligus peneliti, peneliti pendamping (guru bidang studi lain), observer (alumni) dan peserta didik. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan partisipatif, wawancara dan analisis dokumen. Instrumen pengumpulan data adalah guru peneliti sebagai key instrument, catatan lapangan, alat perekam data (camera dan tape recorder), hasil evaluasi siswa, Observasi serta lembar refleksi. Secara keseluruhan tindakan ini berhasil dilaksanakan melalui 3 siklus dan memberi dampak sighnifikan terhadap suasana pembelajaran dan peserta didik. Pembelajaran agama terasa menyenangkan dan bercitarasa karena peserta didik terlibat penuh baik secara fisik, kognitif, afeksi dan sosial. Belajar dari pengalaman terjadi proses mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai. Belajar dari pengalaman lebih humanis, karena menempatkan partisipan belajar sebagai subyek belajar.Proses belajar bersama guru murid melalui satu peristiwa kehidupan/pengalaman membuat pola hubungan guru dan peserta didik lebih cair,bersahabat dan setara. Memberikaan ketrampilan berfikir tingkat tinggi karena peserta didik mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi, berinteraksi, menganalisis dan berefleksi. Peserta didik menemukan kesadaran dari dalam dirinya untuk bertanggungjawab terhadap perilaku seksualnya.Peserta didik menemukan kesadaran yang mendorongnya untuk berkontribusi terhadap persoalan regenerasi yang berkualitas dan bermartabat. Peserta didik menemukan kesadaran kemanusiaanya, bersyukur betapa dia telah terlahir dengan sempurna.